Suratkabar di Padang Monoton

Saya di Padang melahap tiap hari semua harian yang terbit di Padang: Padang Ekspres, Haluan, Singgalang, dan Pos Metro Padang. Apa yang saya peroleh dari empat media itu? Tak lebih rasa jengkel!

Surat kabar yang terbit di Padang (terutama harian)–jika mau memperoleh informasi yang dalam dan berita yang tajam–jangan harap. Berita yang diturunkan tak lebih dari aktivitas pejabat semenjak dari gubernur sampai camat di Sumatra Barat.

Apa yang dapat kita petik–taruhlah, misalnya, selama Ramadan ini–semua harian yang terbit di Kota Padang menurunkan berita safari Ramadan para pejabat dan juga anggota dewan. Apa yang dapat kita ambil dari berita-berita yang sifatnya seremonial peresmian ini dan itu.

Kita tidak akan pernah menjumpai tulisan panjang yang bersifat invesigasi tentang masuknya gula ilegal ke Sumatra Barat, misalnya. Kita tak akan menemui tulisan mendalam yang konprehensif, misalnya, bagaimana strategi petani untuk dapat menembus pasarinternasional jika kelak tanaman kakao, yang kini sedang giat dikembangkan di petani Sumatra Barat, dua-tiga tahun ke depan petani kita memanennya.

Saya–terus terang–merasa prihatin jika kondisi suratkabar yang terbit di Sumatra Barat hanya berkutat sebagai corong pemerintah daerah. Kondisi demikian, dapat kita simak setiap hari.
Salam, Nasrul Azwar, Padang.

32 responses to “Suratkabar di Padang Monoton

  1. sahabat saya zakirman, redaktur pelaksana koran mingguan “Zaman”, mengirimkan beberapa set koran bekas yang baru, dari Singgalang, Haluan, koran beliau sendiri, dan Padang Ekspress. Saya tak hendak meneliti isi dari content jurnalis, saya hendak membandingkan isi melalui perbandingan lay out maupun design content semacam iklan. Dari semua koran yang saya lihat, perwajahan seperti tak robah semenjak saya tinggalkan kota ini 13 tahun yang lalu.Salahnya dimana saya tak paham, seolah pracetak dan perwajahan jalan ditempat.
    Kalau melihat perwajahan Padang Ekspress, saya nggak aneh, karena koran ini punya Jawa Pos Grup, sehingga saya tak menyebutnya sebagai koran lokal padang –dari segi pemilik dan penetrasi pusat, baik SDM dan teknologi.

    Salam, tukang serabutan : suroso-Bandung.

  2. Saya teuju dengan pendapat Anda. Yang lebih parang banyak kolom yang seharus diisi dengan berita. Namun, dipangkas demi masuk iklan. Dan saya melihat langsung banyak para wartawannya mengincar undangan birokrat pemerintah demi mendapar proyek duit

  3. Jangan berharap banyak untuk dapat berita akurat tentang investigasi sebuah kasus di Koran Padang, semua Maju tak gentar membela yang bayar. Koran hanya berisi ucapan birokrat dan iklan

  4. Suratkabar di Padang Monoton
    Saya baca emal itu. Pengirimnya teman saya Nasrul Azwar.
    Kesimpulannya, koran Padang brengsek semua, isinya menjilat doang, kenapa? Karena wartawannya termasuk saya, Khairul Jasmi, yang pemimpin redaksi Singgalang, otaknya otak udang.
    Terimakasih
    terimakasih untuk Nazrul Azwar.
    Tapi, benarkah begitu isi suratkabar kami di Padang? Benarkah kami “bela yang bayar?” terus. Singgalang terbit 28 halaman, 10 halaman adalah koran yang dilanggani (kontrak). Sisanya artikel, berita yang tak ada kaitannya dengan pemerintah.
    Saya jamin singgalang bukan tukang jilat. Sebagai proesional saya amat tersinggung oleh email yang mengatakan koran Padang isinya menjilaty doang.
    Sebagai wartawan, saya dan semua wartawan Padang memang lemah, tidak profesional, karena itu, kami menjadi bodoh. Kasus korupsi berjemaah yang melibatkan 55 anggota dewan, bukan pers sumbar yang mengungkapkannya, tapi orang-orang di emal semacam inilah.
    Korupsi 40 banyaknya kerugian ratusan miliar, bukan kami yang mengungkapkannya, tapi terungkap begitu saja.
    Penderitaan rakyat, irigasi jebol, minyak tanah langkah, pupuk mahal, beras mahal, cabe anjlok, gaji dprd selangit, rakyat kecil pegawai rendahan memekik tak pernah kami ungkapkan.
    Masa kami dinilai bekerja menjilat saja.
    Saya mohon maaf jika saudara-saidara marah, tapi jangan sok hebatlah.
    Jangan mencaci-maki kami, coba saudara-saudara yang menjadi wartawan dan bekewrja sampai jam tiga pagi.

    Sekali lagi maafkan saya. Saya secara pribadi tidak tersinggung, tapi ratusan wartawan yang sudah bekerja menjadi tak berarti sama-sekali. Mana di dunia ini isi koran yang isinya hanya kritik saja? Harus ada berita pembangunan, berita tentang pejabat, berita tentang rakyat kecil, tentang seseorang yang gagal yang berhasil, yang kuyup oleh peluh nkarena mencari kerja. Harus ada iklan, harus ada banyak hal.
    Jangan sinis terhadap kampung sendiri. Percayalah kalau kita terbaik ada yang lebih baik dari kita. Ada yang lebih hebat. Di balik pandan ada duri, di balik langit ada langit.
    Salam penuh santun
    hormat saya

    Khairul Jasmi
    mantan wartawan republika, pemimpin redaksi harian Singgalang Padang

  5. Kebetulan saya wartawan bagian hukum dan kriminal di salah satu harian di Padang
    saya tidak mengerti dengan saudara nasrul azwar dan erha. Keduanya mungkin tidak pernah diajar membaca secara utuh sebuah koran. Membaca halaman hanya sekedar melihat foto di koran. Kalau itu yang dilakukan, lebih baik beli majalah playboy, penthouse saja.
    Soalnya, kalau masalah gula impor yang tidak pernah diberitakan, astaggfirullahaldzhim, munkin saudara tidak pernah membacanya. Sering kami muat. Apalagi soal masyarakat kecil.
    Atau sudara tidak pernah membeli koran, hanya pinjam ya…..Sekali lagi, jangan melahap koran, karena dia bukan makanan, tapi dibaca….baca….iqra’
    tengkyu

  6. Saya kurang setuju, jika begitu ekstrim anda menilai kualitas koran padang, jika tak tahu atau terlibat langsung di dalamnya. Ngomong dan nilai kan gampang. Ibarat kata orang, penonton sepakbola itu merasa lebih pintar dari pemain di lapangan.
    Begitupun para jurnalisnya. Tidak semua kok yang berprinsip maju tak gentar itu. Masih banyak wartawan bagus di padang, yang tak bisa ‘dibeli dengan uang’.

  7. Bung Nazrul Azwar tepat sekali, saya sendiri bukan jurnalis, namun saya tinggal di padang selama 3 tahun (2003-2006) hingga November kemarin pindah tugas lagi ke Jakarta.
    apa yang saya rasa dengan bung Nazrul sama, koran padang lebih condong sebagai corong pemerintah bahkan juga kepentingan kapitalis/pengusaha, (maaf) bau-nya lebih santer kepada siapa yang mau bayar. nggak ada yang namanya kritis menyikapi persoalan-persoalan sosial yang ada.
    makanya, please..jangan marah, harusnya berbenah, introspeksi diri, jangan sok suci, nyatanya begitu.
    ingat, maju tidaknya masyarakat salah satunya karena peran media, jikalau media-nya malah jadi corong pemerintah ya nggak salah jika padang gak pernah maju. selama tiga tahun saya tinggal tidak ada perubahan yang signifikan, monoton, statis.
    media harus jadi agen perubahan, me-reform apa yang dipandang merugikan masyarakat. bukan jadi cecunguk pemerintah dan pengusaha

  8. Bung Nasrul Azwar sih bisa saja. Komentarnya terlalu nyeleneh buat koran-koran di Padang. Mungkin karena bung Nasrul seorang budayawan muda ya. Tapi mantap juga komentarnya, biar koran-koran di Padang terus berbenah, baik format, isi dan penampilan. Koran hari ini memang harus mengikuti selera pasar, bukan pasar mengikuti selera koran. Begitulah! Salam buat semuanya.

    Muhammad Subhan
    Journalist

  9. Wah, seniman memang hebat kalau bicara soal surat khabar Sumbar yang monoton.
    Saya sepakat dengan Da Azwar, namun tidak seratus persen!
    Karena dari empat media harian yang ada di Sumbar, Padang Ekspres, Singgalang, Haluan, dan Pos Metro Padang, masih ada tulisan dan feature-feature bernas.
    Tulisan dan feature yang menyigi lebih mendalam.

    Jangan, seperti kata Bang “KJ”- jangan terlalu memojokkan. Coba jika Bung Azwar bekerja tiap hari sampe jam 3 malam, pasti juga akan monoton.

    Jadi, komentar soal Surat Khabar SUmbra yang monoton, saya rasa belum tepat.
    Namun soal Kapitalisme, bolehlah. Lagian, mana ada media massa yang bisa bertahan antara idealisme dan bisnis?

    Itu saja

    (Fajar Rillah vesky)
    Koresponden Padang Ekspres
    di Payakumbuh

  10. Dalam kehidupan manusia saat ini, apa saja pekerjaan atau bisnis dan segala macamnya, bila ingin lancar, sukses, bagus, cepat, baik, dan cantik. Maka semuanya tak terlepas dari adanya masalah “Money”atau masalah “Financial”. Jadi, sistem atau mekanisme dalam sebuah organisasi tersebut sangatlah diperlukan, sehingga dalam memenej masalah financial sebuah lembaga atau organisasi dari atasan hingga bawahannya mendapatkan income yang memadai. Sehingga kalaulah antara kerja dengan gaji itu sesuai maka semuanya akan berjalan lancar. akan tetapi, kalau salaah satunya pincang, maka alamat pekerjaan tersebut kurang baik dan bagus.

  11. Afrizal Inako/Bukittinggi 4 Januari 2007

    Walau terlambat, salam salut untuk Uda Azwar.

    Dari sekian banyak urang awak, masih ada rupanya yang mengkritik tajam ‘kaumnya’ untuk kebaikan.

    Cuma sayang, banyak yang lupa mengkritik dirinya, makanya banyak orang sok ‘santiang’ di ranah ‘padang’ ini.

  12. Ini pelajaran perharga untuk journalist yang ada dikota padang, sebagai cambukan untuk lebih maju lagi. jangan pandang kritikan dengan sebelah mata, syukur2 masih ada yang peduli. harusnya para journalist memikirkan gebrakan terbaru, bukan membalas kritikan dengan pembelaan yang biasa dilakukan anggota DPR n ARTIS Ibukota.

    salam taragak to rang padang dari rantau

  13. INILAH WAJAH PERS KITA (DAERAH)

    Ada yang menarik dan sekaligus memprihatinkan bagi wartawan Padang (Indonesia), utamanya bagi mereka yang berjiwa idealisme.Yang menarik karena mereka bekerja tidak mengenal waktu, baik siang maupun, baik hujan maupun panas. Kegigihan mereka untuk mengusung berita aktual, dibaca banyak orang, semata-mata ingin mengenjot oplah dan sekaligus membesarkan perusahaan. Pola begini amat jitu, di samping ada persaingan berita tajam dengan koran lainnya, juga di mata publik mendapat aplusan karena bisa “menghidangkan” berita yang menjadi perhatian publik, termasuk mengejutkan dan berurai air mata, ya semisal berita mati di lumbung padi akibat kemiskinan (?}. Menarik lainnya, ada pula berita-berita yang sudah penat-penat kita ketik, ternyata tidak bisa dimuat oleh penjaga rubrik. Malang benar nasib wartawan idealis, padahal berita yang ditulis layak jual. Tapi, karena “pelakunya” teman, mitra dan keluarga penjaga rubrik, maka wartawan bisa menelan air ludah

    Yang memprihatinkan, ada pula wartawan menjadikan profesinya sebagai alat untuk memperkaya diri, dengan dalih macam-macam. Diantaranya bisa saja bekerjasama dengan narasumber yang bermasalah, ya termasuk dengan para pejabat dan pengusaha. Yang lebih paranya, ada pula yang berprofesi rangkap, ya wartawan ya pengusaha. Banyak cara yang mereka lakukan untuk mendapat proyek dan sekaligus ‘menjual proyek pada perusahaan lain. Kasus ini di daerah telah menjadi rahasia umum.

    Dua dilema di atas tidak terlepas dengan urusan perut, tidak bisa dilepaskan dengan masalah kebutuhan rumah tangga.

    Teman wartawan yang gigih bekerja untuk membesarkan perusahaan diharga dengan gaji yang belum layak bagi mereka yang punya anak-bini. Mereka semata-mata mengharapkan gaji, dan belum berniat mencari uang dengan “paksa” di lapangan. Yang terjadi adalah, wartawan tersebut hengkang dari perusahaan t dan di jamu oleh peruhaan pres lainnya dengan gaji yang menggiurkan untuk jabatan redaktur.

    Bagi wartawan yang mengunakan profesi ini sebagai alat untuk mengenyangkan diri dengan wartawan yang gigih bekerja, hanya berbeda tipis. Bedanya nama wartawan yang gigih tidak tercemar di mata publik maupun perusahaan. dan sebaliknya nama wartawan”angka-angka” tercemar.

    Saya berkesimpulan, jika perusahaan pers yang belum mampu meningkatkan kesejahteraan wartawan, maka wartawan menjadi perusahaan bersangkutan sebagai tempat magang, semisal siswa SMA magang di perusahaan dan kantor lainnya. Dan perusahan “bungkam-bungkam” saja bila ketahuan wartawannya melakukan tindakan tercela di lapangan, seperti memeras, mengancam atau lainnya. Jika ini dipertahankan, maka perusahaan “menghalalkan” cara-cara tersebut. Ini perlu menjadi renungan bagi perusahaan surat kabar daerah yang mulai maju. Maju karena, sebagian besar koran di daerah dibanjiri oleh pariwara (Pemerintah/Swasta), iklan ucapan selamat, sehingga saking banyak iklan, berita-berita hangat tergusur ke halaman lain. Inikah wajah pers kita (daerah)?

  14. Sebetulnya saya tidak bermaksud menulis atau memberi comment, tapi setelah saya membaca beberapa komentar hati saya tergerak juga. Bertahun-tahun saya tidak membaca koran yang terbit di daerah kelahiran saya kota Padang. Sewaktu saya masih mahasiswa di Padang, saya sempat menulis di Haluan dan Singgalang yang kini tinggal kenangan. Tahun 1992 saya pindah ke Jakarta karena pekerjaan. Pada akhir tahun 1999, sebelum tahun 2000, saya pindah ke Los Angeles, USA. Sampai sekarang saya seperti terkubur di kota ini, boleh dikata saya tidak pernah membaca tulisan-tulisan yang di muat di koran lokal.
    Tepatnya Agustus 2005, saya sempat kembali ke Padang, saya hampir tidak mengenali kota saya. Bangunan baru menghiasi wajah kota. Banyak yang berubah. Padang tidak mau ketinggalan dengan kota-kota lain. Sayang, ada satu yang tidak berubah, manusianya masih tidak terbuka dengan kritikan atau teguran supaya lebih maju.
    Saya masih bisa membaca berita Indonesia lewat detik dan kompas on line, tapi tidak pernah terpikir untuk membaca koran terbitan Padang. Apa ada yang on line, ya?
    Asyraf, Los Angeles

  15. bagi saya koran yang terbit di Padang, gak lebih dari berita bikinan anak SD, malah lebih bagus mading SMA, Koran terbitan Padang, gak lebih dari berita SAMPAH

  16. Assalamualikum dunsanak sadonyo!!
    Iko bana nan ambo tunggu, ado tuka pikiran atau cakak-cakak sayang di internet soal ranang Minang tacinto.
    Komentar Bung Nasrul Azwar ado bananyo tu mah. Iyo sulek mandapekkan nan baru dari koran-koran kito. Kato urang kini kreatifitasnyo agak lamah.

  17. RANCAK BANA!!
    Assalamulaikum… sanak sadonyo!!
    Iko bana nan ambo tunggu, ado tuka pikiran atau cakak-cakak sayang antaro kito soal kampuang halaman. Kalo indak ado sentilan Bung Nasrul Azwar, alun tantu kito bapikia kok coitu taruih koran-koran kito.
    Kalo manoton itu, iyo taraso pulo dek ambo. Rasonyo sulik dapak nan baru, caritonya pejabat se… Kok adfo nan rancak, itu ciek-ciek yang jarang pulo.
    Ambo indak manuduah wartawannyo indak profesional, ambo acok mancaliak kawan-kawan di pers Sumbar yang jungkia baliak.
    Ado redaktur nan cerdas inovasinyo. Tapi indak mandapek penghargaan nan layak, terutama soal masa depan paruiknyo sekeluarga.
    Yoooo…. penghargaan terhadap kuli disket yo masih kurang. Ambo raso kito samo-samo tahu apo sabab musababnya koran-koran kito co itu. anehnya kito samo-samo indak tahu caro mengecekkan.
    Bang KJ indak usah mangaku utak udang, kareh bana tu mah. Semoga jo posisi Pemred bisa mambaok perubahan rancak di ranah Minang, tantu sajo di mulai dari Singgalang.
    Saindaknya diskusi ko mambukak pangana kito untuak jujur jo kenyataan.
    Nyatakan cinta dengan kritik……
    Tapi kritik harus cerdas, rancak no disertai solusi.
    Saindaknya ambo sanang talambek tahu diskusi ko, jadi bisa mancaliak pemikiran nan alah takambang.
    Sukses taruih pers Sumbar……
    From:
    Yoli Hemdi
    Jakarta

  18. Salam Sanak,
    Kita sangat berterima kasih terhadap berita yang disajikan harian umum yang ada di Sumatera Barat sehingga kita dapat menikmati beritanya. Namun ada beberapa kelemahan dari beberapa media ini yang pada umumnya menyajikan berita yang baik dan berita menghiba (kekurangan), kenapa media-media tersebut tidak berani atau mampu menyuguhkan berita yang benar-benar menunjukan fakta sebenarnya….ini adalah rahasia umum.
    semua orang mempunyai kebutuhan dan jika kebutuhan minmal belum terpenuhi maka cendrung orang akan melakukan hal yang bertentangan dengan hati nuraninya sendiri…

  19. Ass wwb,Koran Singgalang,Padang Ekpres,Haluan,dll
    Saya bersyukur sekali dengan koran koran sumatrsa barat yg bisa saya baca di dalam Internet,walaupun saya tinggal di negeri europe saya bisa membaca news dari kampung halaman,rasanya home sick ingin pulang kekampung halaman jadi merindukan.
    Bapak bapak Journalist yg saya hormati,Bapak tak usah ambil pusing kritik kritik dari orang lain ,karna itu sudah normal ,memang manusia tak pernah puas,walaupun journalist sudah berjuang dan bekerja siang dan malam untuk memuat berita,tentu saja mereka tak bisa merasakan,kalau mereka mau ingin jadi journalis yg lebih hebat in the world suruh saja mereka ke Holland sekolah,karna di Utrecht ada tempat sekolah journalist yg lebih perfasional dan saya akan beri no tel sekolah tersebut,juga e mail addressnya ,kalau soal tinggal disini saya akan sediakan.tapi kalau sukses jangan sekalai kali menyombongkan diri seperti bapak Azwar itu. mohon maaf ya ??
    Hormat

    Hayati vander knaap

  20. Assalamu’alaikum,wr,wb.

    Ambo salaku urang rantau nan tingga di Bumi Sriwijaya indak banyak nan bisa ambo komentari masalah ka ampek koran harian terbitan Padang tu, dek karano ka ampek koran tu indak ado dijua urang di Palembang. Tapi ambo cubo mengkritisi koran online nan tasadio di internet nan barasa dari Padang nan taraso sangaik minim dan kurang di menej 100%.

    Padek taraso kurang langkok beritanyo, baitu pulo Singgalang acok maanggok alias sulik di bukak, macam itu pulo Metro Padang. Khusus koran Haluan indak basuo di internet.

    Pernah ambo kirim contact us (Hubungi kami) di salah satu koran tersebut, tapi indak babaleh, pernah pulo ambo kirim berita nan layak naiak cetak tentang perkembangan “Urang Awak” di Sumsel dengan organisasinyo BMKM Sumsel, tapi indak dimuek dan indak ado responnyo (apo dek karano ambo bukan wartawan barangkali), malah email nan ambo kirim ka salah seorang Wartawan nan ado di Jakarta baru berita itu dimuek. Disiko nampak bahwa dunia jurnalistik kito masih ketinggalan 10 atau 15 tahun ke belakang. Urang alah mamakai Koran Online samantaro kito masih konvensional.

    Mananggapi komentar dari dunsanak Khairul Jasmi nan mantan wartawan republika, pemimpin redaksi harian Singgalang Padang, ambo raso labiah bijak angku jawek dengan labiah Minang atau bernuansa Minang. Jan dipakai kato2 nan vulgar caka “Otak Udang”.
    Apo nan di sampaikan dunsanak Nasrul Azwar walau padeh tapi tujuannyo untuak mambangun. Apo Dunsanak2 nan di Jurnalistik Padang indak namuah manarimo masukan ….???

    Wassalam,
    HM Dt.Marah Bangso (50+)
    Ketua Pemuda, Olahraga & Seni BMKM Sumsel

  21. Menarik juga sih commentnya bang Azwar, sudah lebih dari 6 tahun saya berada diperantauan, kemaren ada saudara yang bawa korang-koran padang. Setelah saya baca kok sepertinya tidak ada perkembangan dari 6 tahun yang lalu, yang saya kritisi itu dari segi bahasanya serta analisanya tidak terlalu dalam dan sepertinya tidak mengalami perubahan. Saya tidak tahu apa ini ada hubungannya dengan masalah space disurat kabar tersebut atau karena yang lain. Apabila kita bandingkan dengan koran2 ibu kota sangat jauh sekali ketinggalannya.

    Salam
    Andry

  22. Salam…Bung Nas,..

    Salut untuk keberanian bung Nasrul memberikan komentar tentang kondisi 4 koran harian Sumbar.
    Sayangnya, keberanian anda tidak diungkapkan dengan data-data spesifik, seperti kata bang KJ, mana ada koran yang tidak memuat pejabat komentar walaupun hanya satu hari.
    Setiap hari, koran-koran pasti ada yang memuat komentar, iklan, berita dll.
    Jika bung Nasrul mungkin memang merasa sanggup menciptakan koran yang ada dalam angan-angannya…, just welcome to Padang..and see what u can to do..atau jangan-jangan hanya sanggup berkomentar saja…

    trimz….

  23. Untuk kemajuan kota padang harus mau dikritik supaya maju dan berkembang seperti kota kota yang lain di indonesia

  24. Notogroho Joyokusumo Simelekete

    Nasrul Azwar melihat dari sisi mana sih? Suara tidak bisa menjadi repsentasi dari suara pembaca. Setahu saya Saudara Nasrul Azwar hanya bisa mencimeeh tanpa memberikan solusi. kalau tidak salah Saudara Nasrul Azwar juga membina media online yaitu http://www.ranah-minang.com tapi isinya lebih tidak baik dari suratkabar cetak yang ada. Untuk Saudara Nasrul Azwar lebih baik berkaca dulu. Jangan jumaha, jangan menganggap orang Minang tidak punya apa-apa, tidak punya kepandaian. Insyaflah. Carilah istri untuk memenangkan hati Anda yang selalu marah. Kalau tidak punya istri memang hidup ini seperti apa gitu. Gitu ajalah dulu.

  25. Biarpun komentar ini baru masuk saat ini, kondisi pers di Sumatera Barat dalam pandangan saya masih pada tahap memprihatinkan. Tidak mudah menilai sejauh mana pers berpihak pada pihak terpinggirkan. Membandingkan pers daerah dengan pers nasional bukanlah tindakan bijak. Pers nasional dibangun dengan modal kuat, sementara pers daerah digenjot dengan kaki kurus serta napas tersengal. Beberapa pers daerah yang mampu bermain dinamis saya lihat didukung jaringan pers nasional. Misalnya Serambi indonesia didirikan oleh jaringan Kompas Gramedia. Lalu, Batam Pos tegak bersandar pada gurita bisnis Jawa Pos. Nah, kondisi semacam ini yang tidak dimiliki media semacam Singgalang, atau Haluan. Padang Ekspres bagi saya lumayan untuk ukuran Sumbar, tapi beberapa berita reguler selalu “apa kata pejabat”. Contoh berita tentang berita daerah: entah itu Pesisir Selatan, Propinsi Jambi, Propinsi Bengkulu, ya begitulah, terkesan menjilat.
    Kultur macam begini, bagaimanapun harus berubah. Memang sulit, dengan kondisi urang awak dengan minat baca tinggi, tapi minat beli rendah. Maunya gratisan. Di kampus Universitas Andalas saja, sering saya jumpai tempat persewaan koran. Sekali baca Rp 500. Mana bisa media cetak hidup dari oplah? Iklan pun seret. Kalau mau instan, minta saja Kelompok Kompas Gramedia beli sahamnya Singgalang. Seperti saat membeli Harian Surya di Surabaya. Akuisisi 100% Kompas atas Surya membuat kualitas Surya melonjak. Dengan konsekuensi pewartanya menjerit. Gaji tetap, kerjaan tambah berat. Tapi itulah harga yang harus dibayar. Kalau mau jangka panjang, ya perlu komitmen semua insan pers di Sumbar.

    Didiek, eks wartawan mingguan bisnis Kontan, kini jadi pekerja di sebuah NGO

  26. Saya lebih sepakat dengan Bung Muhammad Subhan. Memang sebaiknya koran-koran hari ini, tidak saja di Padang, harus mengikuti selera pasar, bukan pasar yang “dipaksa” ikuti selera media. Dan yang terpenting, para pemimpin redaksi di koran-koran Padang harus perjuangkan nasib para wartawannya yang banyak bergaji di bawah UMR. Biar mereka tidak terikat dalam budaya “amplop” atuh!!!

    Salam dari Bandung

  27. Bagi saya padang dan Indonesia sama saja
    sarang korupsi
    ngga tertolong lagi
    yg punya koran anggota DPR,pengusaha,dll
    semua punya kepentingan

  28. Begitulah kacamata dari sisi orang luar, anggap kritik membangun. Tapi tetap saja tidak semuanya benar, dan tidak bisa digeneralisir begitu saja.
    Semuanya berpulang kepada kita bagaimana menyikapi apa yang disampaikan Bung Nasrul Azwar itu, jika merasa terketuk dan menjadi bagian dari yang dihujatnya, saatnya introspeksi. Kalau bukan bagian dari apa yang disampaikannya, patut meluruskan agar dia punya perspektif lain tentang apa yang sudah terinternalisasi di benak yang besangkutan.
    Bagaimanapun kritik ini sangat bagus…

    Maryulis Max
    Koordinator Liputan Posmetro Padang

    http://ayahdisya.blogspot.com
    http://maxbooks.wordpress.com
    http://go-ranahminang.web.id

  29. salam kenal Padang,, saya dari Pekanbaru nih..
    datang dong seseklai ke Pekanbaru. saya tunggu ya..

  30. Terkait dengan kritik Sdr. Nasrul Azwar ini, bagaimana kalau koran-koran Padang, terutama Padang Ekspres dan Singgalang, menyediakan ruang sekali sebulan untuk rubrik investigasi yang agak panjang (katakanlah seperti ruang BENTARA-nya Kompas). Tapi saya membayangkan ruang itu lebih umum sifatnya. Di sana bisa dimuat artikel2 ekonomi, sosial-budaya, sejarah, sastra, dll yang lebih mendalam dan komprehensif. Saya kira, kalau ruang itu disediakan, koran2 Padang tak akan kekurangan penulis untuk mengisi ruan gitu. Saya yakin itu.

  31. Sebetulnya siapa yang merasa sok santiang. Sado alahnyo ingin maajan tuah. Awak seh nan hebat, ndak lain. Lai tau si KJ itu bahaso kini ado konsep ,market drive editorial policy. Jan mambuek berita tu untuk memuaskan nafsu sombong saja. Makonyo oplah koran di padang ndak naik-naik. Buek berita untuk kepentingan pambueknyo, di maa pembaca. Jan balagak juo lai kawan…. malu awak jo ombak puruih…..

  32. salam sato sakaki
    diakui atau indak, apo nan dibaco di koran urang awak nan tabiek di padang, persentase berita pemerintah memang besar. Pertanyaannya, apakah berita itu yang dibutuhkan pembaca? Jawabannya iya! Karena sebagian besar pelanggannya adalah pemerintah dengan halaman yang terbeli. Sebuah halaman yang berisi puja-puji tentang hebatnya pemerintah, tidak ada cacatnya.
    Lalu dimana konsep surat kabar promarket? Jawabannya ya yang tadi. Karena pasarnya pemerintah, tentu berita harus pro pemerintah. Bagaimana dengan masyarakat umum, di sini rumitnya. Satu sisi, daya beli rendah (berbanding terbalik minat baca), sisi lain pengelola koran belum pula menemukan cara yang pas menangkap tren selera masyarakat umum, yang diaktualisasikan melalui rubrik yang tepat.
    Tanpa disadari, terjadilah apa yang disebut monoton tadi.
    Oh…ya…pembaca koran di kampung kita itu adalah pembaca yang tidak loyal…..Mereka tidak cinta mati terhdp satu koran, tp menyukai berita yang hebat dan mendalam.

    Salam
    Lindo Karsyah
    Elka Mantagi Rang Mudo
    Di mana bumi dipijak, di sana langit Sijunjung

Tinggalkan Balasan ke Agus Budiarto Batalkan balasan